Membangun Design System Konsisten dalam Lingkungan Microfrontend | Total IT

Membangun Design System Konsisten dalam Lingkungan Microfrontend

By NV | 13 Oktober 2025

Mengapa Design System Penting dalam Microfrontend?

Dalam arsitektur microfrontend (MFE), frontend aplikasi dibagi menjadi modul-modul otonom yang dikembangkan, diuji, dan dideploy secara independen. Konsekuensinya:

— Tiap tim bisa memilih teknologi berbeda

— Setiap modul bisa memiliki styling, komponen, atau layout yang sedikit berbeda

— Potensi inkonsistensi UI/UX tinggi

Tanpa design system yang konsisten, pengguna bisa merasakan “fragmentasi visual” tombol berbeda tampilan, spasi tidak konsisten, warna yang berganti antar modul yang merusak pengalaman keseluruhan.

Design system bertugas sebagai “ground truth” tampilan, interaksi, dan pola UI yang harus diikuti semua modul microfrontend agar pengalaman pengguna tetap mulus.

Artikel “How Microfrontends and Design Systems Work Together” menyebutkan bahwa design system menyediakan reusable components, design tokens, dan panduan penggunaan agar tim berbeda tetap selaras dalam UI/UX.

Jadi, membangun design system yang konsisten bukan hanya soal tampilan — tetapi juga koordinasi tim, evolusi modul, dan maintainability jangka panjang.

Tantangan dalam Menerapkan Design System di Microfrontend

Berikut tantangan khas yang sering muncul:

1. Versi & Konflik Dependensi

Modul-modul berbeda bisa menggunakan versi design system yang tidak sama, menghasilkan perbedaan tampilan atau bug integrasi.

2. Teknologi Beragam / Framework Heterogen

Jika modul A menggunakan React, modul B Angular, modul C Vue, bagaimana memastikan mereka menggunakan komponen dan token yang sama?

3. Ownership vs. Otonomi Tim

Tim microfrontend ingin kontrol penuh atas modul mereka (termasuk styling). Jika design system terlalu kaku, mereka merasa dibatasi; jika terlalu longgar, inkonsistensi muncul.

4. Runtime vs Build-time Integration

Komponen desain bisa di-bundle waktu build, atau di-load secara runtime dari library bersama — masing-masing punya implikasi performa dan versi.

5. Style Leakage / Isolation

CSS atau style dari modul satu “bocor” ke modul lain (misalnya via global CSS) atau style konflik.

6. Desain Pola & Token yang Tidak Lengkap

Jika design system tidak menyediakan semua varian atau pola UI yang diperlukan, tim cenderung membuat elemen custom di modul mereka → inkonsistensi.

7. Perubahan Evolutif / Depresiasi Komponen

Ketika design system berevolusi, modul-modul lama mungkin tidak mengikuti pembaruan — sehingga tim harus melakukan migrasi bertahap.

8. Kinerja & Bundle Overhead

Jika modul harus memuat seluruh library design system besar, ini bisa menambah ukuran bundle dan memperlambat load awal.

9. Kurangnya Enforcement / Validasi Otomatis

Tanpa mekanisme linting atau validasi otomatis, tim bisa melanggar pedoman design system secara tidak sadar.

10. Keterbatasan Observability Visual

Tidak ada tooling untuk mendeteksi inkonsistensi visual antar modul secara otomatis.

Strategi & Pendekatan untuk Menyusun Design System di MFE

Berikut langkah-langkah praktis dan pendekatan yang dapat diterapkan:



Langkah

Penjelasan / Tips

1. Definisikan Token Desain Terpusat

Mulailah dengan design tokens seperti warna dasar (primary, secondary, neutral), tipografi, spasi / grid, border radius, bayangan. Semua modul mengambil nilai dari token ini.

2. Pisahkan Komponen Dasar (Atoms) ke Library Terpisah

Buat library UI dasar (button, input, card, modal, dll) yang ringan dan framework-agnostik jika mungkin (misalnya Web Components).

3. Versi & Semantic Versioning

Library design system dan komponen harus dirilis dengan versioning (major / minor / patch). Modul microfrontend dikunci ke versi tertentu dan upgrade secara bertahap.

4. Abstraksi Theming / Styling

Gunakan mekanisme theming atau CSS custom properties agar modul bisa override warna (misalnya mode gelap, tema klien) tanpa merusak konsistensi inti.

5. Load / Bundling Strategis

Pilih antara build-time (paket komponen langsung ter-compile) atau runtime loading (membawa modul UI via dynamic import). Pastikan modul hanya mengambil bagian library yang diperlukan agar tidak bloated.

6. Isolasi CSS / Scoped Styling

Gunakan teknik seperti CSS Modules, Shadow DOM, CSS-in-JS yang di-scope agar style modul tidak bocor ke modul lain.

7. Validasi Otomatis & Linting

Tambahkan aturan lint (stylelint, eslint-plugin) dan tes visual regresi agar modul tidak menyimpang dari pedoman.

8. Dokumentasi & Playground Komponen

Gunakan Storybook atau alat serupa agar tim bisa melihat dan mencoba komponen bersama; dokumentasi pola UI dan aturan penggunaan.

9. Governance & Proses Kolaborasi

Bentuk tim “UI System / Design Ops” yang bertanggung jawab atas library, review perubahan, dan membantu tim modul migrasi.

10. Strategi Migrasi Modul Lama

Jika kamu migrasi dari monolith atau modul yang belum menggunakan design system, lakukan secara bertahap: integrasi token, refactor komponen, upgrade library per modul.

11. Observability Visual / QA UI

Gunakan snapshot testing (Storybook snapshot), visual regression tools (Percy, Chromatic) untuk memantau perubahan visual yang tak diinginkan.

12. Konsistensi, tapi Fleksibilitas

Izinkan override lokal terbatas (misalnya variabel tema) tapi batasi agar tidak mengganggu pedoman desain inti.

Contoh Arsitektur dan Alur Kerja (Sketch Sederhana)

Berikut contoh alur kerja bagaimana modul-modul microfrontend bisa memanfaatkan design system:

1. Tim UI System / Design Ops menciptakan library desain (UI Core Library) yang berisi:

— Design tokens (warna, tipografi, spasi)

— Komponen dasar (Button, Input, Card, Modal)

— Tema / mekanisme override

2. Library tersebut dirilis sebagai paket npm (atau paket modul federasi) dengan versioning.

3. Modul microfrontend (misalnya modul “Produk”, modul “Keranjang”, modul “Checkout”) sebagai konsumen library tersebut:

— Mengimpor komponen dan token yang diperlukan

— Jika butuh override tema lokal (misalnya background khusus), modul hanya override token tema spesifik

— Modul tetap bisa punya komponen lokal tambahan (khusus domain), tapi komponen “umum” harus berasal dari library

4. Ketika library desain diperbarui (misalnya perbaikan styling, perubahan token):

— Tim UI System merilis versi baru

— Modul-modul update ke versi library jika diperlukan

— Validasi otomatis (linting, snapshot, regresi visual) memastikan tidak ada penyimpangan UI

5. CI/CD untuk setiap modul harus mengecek kepatuhan terhadap library desain — misalnya linting, tes visual, style checker.

6. Jika modul menggunakan framework berbeda (React, Vue, Angular), library desain bisa disajikan dalam format yang mendukung (misalnya Web Components atau paket multi-framework) agar interoperabilitas terjaga.


Referensi:

1. How Microfrontends and Design Systems Work Together

2. Micro Frontends and Design Systems: How to Achieve Cohesion Across Teams

3.  Arsitektur Micro Frontend: Cara Kerja, Jenis dan Manfaatnya

4. Micro Frontend untuk Pengembangan Web dengan Firebase Multi Site Hosting

Latest Projects