
By NV | 25 Agustus 2025
Bagi perusahaan berbasis teknologi, API adalah aset penting yang menjadi penghubung antar sistem. Namun, akses yang tidak terkendali bisa menimbulkan masalah serius, mulai dari penurunan performa hingga risiko keamanan. Karena itu, penerapan API throttling menjadi strategi vital untuk mengelola trafik digital secara efisien.
Dalam era digital, Application Programming Interface (API) menjadi tulang punggung komunikasi antar sistem, aplikasi, dan layanan cloud. Namun, semakin meningkatnya permintaan, muncul tantangan besar: bagaimana menjaga performa dan ketersediaan API tanpa mengorbankan pengalaman pengguna?
Jawabannya adalah API throttling, sebuah mekanisme pengaturan lalu lintas data yang semakin krusial dalam dunia teknologi informasi.
Definisi API Throttling
API throttling adalah proses membatasi jumlah permintaan (requests) yang bisa dilakukan ke API dalam periode waktu tertentu.
Tujuan utamanya adalah:
– Menjaga stabilitas server,
– Mengurangi risiko overload,
– Melindungi dari penyalahgunaan,
– Memberikan pengalaman yang adil bagi semua pengguna.
Menurut Red Hat, throttling sering digunakan bersamaan dengan rate limiting untuk memastikan API tetap efisien meski trafik tinggi.
Mengapa API Throttling Diperlukan?
API throttling dibutuhkan karena mampu memberikan perlindungan sekaligus efisiensi pada sistem. Berikut beberapa alasan utama mengapa mekanisme ini penting diterapkan:
1. Mencegah Overload Sistem
Tanpa pembatasan, ribuan permintaan bersamaan dapat membuat API lambat bahkan crash.
2. Keamanan
Membatasi request dapat mengurangi risiko serangan brute force atau DDoS.
3. Pendistribusian Adil
Semua pengguna memiliki batas yang sama sehingga tidak ada yang mendominasi sumber daya.
4. Kontrol Biaya Infrastruktur
Dengan pembatasan, penyedia layanan dapat mengelola konsumsi bandwidth dan resource server.
Strategi dan Metode API Throttling
Seperti halnya mengatur lalu lintas jalan raya, API throttling juga punya beberapa teknik berbeda. Berikut strategi yang paling banyak dipakai:
a. Fixed Window Counter
Setiap pengguna hanya boleh mengirimkan sejumlah request dalam periode waktu tertentu.
– Contoh: 100 request per menit.
b. Sliding Window Log
Lebih fleksibel, menghitung jumlah request berdasarkan waktu berjalan (rolling window).
c. Token Bucket Algorithm
Pengguna diberikan “token” untuk setiap request. Token dipulihkan secara bertahap sesuai waktu. Jika habis, request ditolak.
d. Leaky Bucket Algorithm
Memproses request pada kecepatan konstan (steady rate). Request berlebih akan ditolak atau ditunda.
Menurut NGINX, algoritma leaky bucket sering digunakan karena sederhana dan efisien dalam membatasi lalu lintas.
Contoh Penerapan Nyata
Tidak sedikit perusahaan besar yang memanfaatkan API throttling, baik untuk melindungi infrastruktur maupun mendukung model bisnis mereka. Contoh penerapannya antara lain:
– Twitter API – membatasi jumlah tweet dan request tertentu per jam untuk menghindari spam.
– GitHub API – menerapkan limit 5.000 request per jam per akun, untuk mencegah penyalahgunaan bot.
– Google Maps API – menggunakan kuota harian sesuai paket berlangganan.
Seperti dijelaskan oleh Google Cloud, quota dan throttling bukan hanya alat teknis, tetapi juga strategi bisnis untuk monetisasi API.
Tantangan dalam API Throttling
Di balik manfaatnya, API throttling tetap menyisakan beberapa kendala yang harus diatasi, antara lain:
– Menentukan Batas Ideal: Harus seimbang antara performa sistem dan kenyamanan pengguna.
– Kompleksitas Distribusi: Sulit jika API berjalan di banyak server (distributed system).
– User Experience: Pesan error harus jelas (“429 Too Many Requests”) agar pengguna tahu alasannya.
Referensi
1. Red Hat – What is API Rate Limiting?
2. BM – Throttling Policy in API Connect
3. Google Cloud – Quotas and Limits
4. AWS – API Gateway Throttling
5. NGINX Blog – Rate Limiting with NGINX