
By NV | 28 Mei 2025
Seiring pertumbuhan volume data yang eksponensial dan meningkatnya kebutuhan akses real-time, pengelolaan basis data (database) menjadi tantangan besar bagi organisasi modern. Dua teknik yang sering digunakan untuk mengelola data dalam skala besar adalah partitioning dan sharding. Meskipun terdengar mirip, keduanya memiliki pendekatan dan dampak yang berbeda terhadap performa sistem. Artikel ini akan membahas secara mendalam perbedaan, manfaat, serta skenario implementasi data sharding dan partitioning.
Partitioning adalah teknik membagi sebuah tabel besar dalam satu database menjadi beberapa bagian (partisi) lebih kecil berdasarkan kriteria tertentu, seperti rentang nilai (range partitioning), nilai spesifik (list partitioning), atau algoritma (hash partitioning).
Tabel transaksi dipecah menjadi partisi berdasarkan bulan:
transaksi_jan
transaksi_feb
transaksi_mar
Mempercepat query dengan membaca hanya partisi tertentu
Mengoptimalkan pemeliharaan data (backup, restore, indexing per partisi)
Dikelola dalam satu database fisik: lebih mudah dikelola
Query planner DBMS modern (seperti PostgreSQL, Oracle) secara otomatis mengoptimalkan akses partisi
Cocok untuk skala menengah dengan beban tinggi
Sharding adalah teknik pembagian data ke dalam beberapa database terpisah (shard) yang masing-masing dapat berada di server yang berbeda. Setiap shard memuat subset data tertentu berdasarkan aturan seperti user ID, geografi, atau hash.
Pengguna dengan ID 1–10000 berada di shard_1
ID 10001–20000 berada di shard_2
Menskalakan sistem secara horizontal untuk mendukung jutaan pengguna
Mengurangi beban I/O dan bottleneck satu database
Meningkatkan skala dan ketersediaan (availability)
Shard bisa berjalan secara paralel di beberapa node
Ideal untuk aplikasi global dan arsitektur microservices
Partitioning cocok digunakan ketika:
Dataset sangat besar tapi masih bisa ditangani satu server
Query hanya menargetkan subset data (misal: data bulanan)
Infrastruktur ingin tetap sederhana
Contoh kasus: sistem ERP dengan puluhan juta baris transaksi.
Sharding cocok untuk:
Aplikasi berskala global dengan beban sangat tinggi
Sistem yang memerlukan high availability dan horizontal scaling
Database tidak cukup ditangani oleh satu server
Contoh kasus: e-commerce dengan jutaan user aktif harian.
PostgreSQL: mendukung partitioning bawaan (sejak v10+)
MongoDB: mendukung auto-sharding
Vitess: sistem sharding untuk MySQL
Cassandra: mendistribusikan data secara otomatis di cluster
Pilih kriteria partisi atau shard yang merata (hindari "hot spots")
Monitor performa per partisi/shard secara berkala
Gunakan load balancer untuk distribusi trafik di sistem sharded